Rabu, 21 Maret 2012

CERITA SEDIH


DO’A DARI RANI

Rani, bocah kelas empat SD dengan serius tengah menulis sesuatu sejak tadi. Berkali-kali ia terlihat berpikir kemudian menulis kembali di atas selembar kertas kemudian memasukkannya ke dalam sebuah amplop. Bundanya mulai bertanya-tanya sedang apakah anaknya gerangan. “Rani, sedang menulis apa?” Tanya Bundanya sembari mendatangi meja belajar Rani. “Sedang menulis surat Bunda.” Jawab Rani. “Untuk siapa?”, “Untuk Allah.” Bundanya tampak heran namun Rani memulai cerita bahwa tadi pagi di sekolah guru agamanya mengajarkan bahwa Allah akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya jika mereka meminta. “Ya, lalu untuk apa surat ini sayang?” Tanya Bunda masih tak mengerti. “Rani menuliskan semua doa-doa Rani di surat ini, Rani minta Allah mengabulkannya. Allah pasti membaca surat Rani, iya kan Bunda?”, “Iya sayang, Allah Maha Melihat, Allah pasti melihat surat Rani.” Jawab bunda.
Rani merupakan anak semata wayang di keluarganya. Ayahnya sedang mengidap sakit keras, bahkan dokter telah menyerah dan memvonis bahwa umur ayah Rani tidak akan lama lagi. Beberapa hari berlalu, kali ini, tidak seperti biasanya sebelum berangkat ke sekolah Rani memeluk tubuh ayahnya erat-erat, lama sekali, Rani mencium kening dan pipi ayahnya. Bundanya menatap sedih, seolah terlihat Rani khawatir tidak bisa melihat ayahnya lagi sepulang dari sekolah nanti.
Setelah Rani berangkat, Bunda Rani merapikan meja belajar anaknya, kemudian hatinya tergerak untuk membuka amplop-amplop yang berada di atas meja itu. Ia membaca surat buatan anaknya itu satu per satu. “Kepada Allah di tempat, Ya Allah, Rani besok mau ujian Matematika, baguskan nilai Rani ya Ya Allah. Amiin.” Bundanya tersenyum kemudian membuka surat yang lain. “Untuk Allah yang Rani cintai, hari ini Rani menanam bunga di dekat jendela kamar Rani, tumbuh suburkan bunga-bunga yang Rani tanam ya Ya Allah. Terimakasih Ya Allah.” Di surat lainnya Rani menulis, Ya Allah, hari ini Rani diganggu anjing si Ogi. Hukum anjing si Ogi itu Ya Allah.”
Sejenak kemudian bunda Rani berhenti membaca, ia baru menyadari sesuatu. Doa-doa Rani itu, Allah telah mengabulkan semuanya. Beberapa hari yang lalu dengan bangga Rani menunjukkan nilai matematika yang bagus kepada bunda dan ayahnya. Bunda Rani langsung berdiri dan mengintip ke jendela, terlihat bunga berwarna-warni bergoyang-goyang ditiup angin sepoi-sepoi. Bunga itu tumbuh subur seperti yang diminta Rani kepada Allah. Bunda Rani langsung membuka semua surat-surat yang lainnya. Kemudian hatinya bimbang dan heran. Mengapa tak satu pun surat yang berisi permohonan agar ayahnya segera sembuh?
Di siang harinya telepon rumah berdering, ”Assalamu’alaikum, dengan bundanya Rani?” suara di seberang sana. “Wa’alaikumussalam, iya. Dengan siapa? Ada apa ya?” Tanya Bunda Rani. “Ibu, saya guru Rani di sekolah. Kami ingin memberitahu ibu kalau Rani mengalami kecelakaan, ia terjatuh dari lantai empat sekolah dan meninggal.” Betapa shock dan kagetnya mendengar berita yang menimpa puteri semata wayangnya.
Setahun sudah berlalu semenjak kejadian itu. Ayah Rani yang dulunya telah diprediksi oleh dokter tidak akan berumur lama lagi tersebut masih hidup hingga kini. Bahkan keadaannya semakin hari semakin membaik. Ayah dan bunda Rani masih sangat kehilangan dan terpukul sehingga mereka tak pernah lagi membuka kamar tidur Rani dahulu. Mereka mengunci kamar itu dan tak pernah masuk ke dalamnya karena akan merasa sangat sedih jika melihat kamar itu. Hingga suatu kali saat Bunda Rani tengah lewat di depan pintu kamar Rani terdengar bunyi sesuatu, seperti suara benda jatuh. Akhirnya karena penasaran Bunda Rani membuka pintu itu setelah setahun lamanya terkunci. Ternyata yang terjatuh adalah ukiran ayat kursi dari kayu yang tergantung di kamar Rani. Bundanya pun bermaksud membersihkan debu di benda itu dan menggantungnya kembali di dinding. Namun, ia melihat sesuatu terselip di balik ukiran kayu itu, ternyata surat Rani..!
Bundanya membuka kertas itu dan membaca isinya, “Ya Allah, Ayah Rani sedang sakit keras Ya Allah. Tolong jangan ambil nyawa Ayah Ya Allah. Ganti saja dengan nyawa Rani.”

Tidak ada komentar: