Rabu, 31 Agustus 2016

CERPEN "OH DEWI SINTA" (By : Bahrum Sumarety Ningtyas)

OH DEWI SINTA


      Dahulu kala di suatu negara yakni Pelcog hidup pemuda yang sangat mengagumi wayang jawa, hidupnya dipenuhi dengan kisah-kisah dramatis dari sebuah tontonan wayang jawa yang telah ia tonton di desa-desa, satu-satunya yang dapat menghiburnya saat dia sedang gundah hatinya, ia juga piawai dalam menggambar dan melukis.

      Asep, itulah namanya. Hari-harinya hanya dipenuhi dengan torehan kanvas dan bermain wayang dilayar kesayangannya. Kadang juga bisa marah sendiri saat menonton tokoh wayang yang ia jagokan ternyata kalah dan kadang dia berlagak sebagai Arjuna saat ia menonton tontonan wayang bertema percintaan.

     Dalam rumahnya Asep punya banyak benda yang sangat unik, mulai dari sebuah wayang putri raja sampai lukisan tentang dunia hayal. Rumah Asep sangatlah bagus, tapi sayang rumah itu jauh dari keramaian dan terletak dipinggir hutan.

     Suatu hari Asep berada di taman belakang rumah, di sini ia biasa melepas lelahnya setelah berjam-jam menonton wayang, tamannya pun berbentuk seperti taman milik sebuah kerajaan yang diceritakan dalam cerita wayang yang disenanginya. Dalam cerita itu,terdapat taman dengan bunga warna - warni dan banyak pula bidadari cantik yang beterbangan, dan taman ini dapat membawa imajinasi Asep terbang bersama sang bidadari-bidadari cantik.

     Saat asik berimajinasi, tiba-tiba Asep terbangun oleh sebuah suara kerling dan debu emas yang bersemburat di depannya, Asep menghampiri debu emas itu. Terlihat sesuatu yang berseliwer di depannya dan mengelilinginya. Terlihat sosok wanita cantik seperti bidadari yang datang menghampirinya, dengan segera Asep pun terperanjat dan terbelalak matanya.
“Waw bidadari?!?,apa itu sungguh engkau, apakah engkau benar-benar nyata, dan bukan sekedar wayang?” tanya-nya panjang lebar.
“Aku nyata ada Asep...!” jawab bidadari lembut.
“Ow... kalau begitu sudikah jika engkau masuk kedalam rumahku dan akan kumainkan beberapa wayang yang kumiliki” kata Asep dengan penuh harapan.
“Dengan senang hati Pangeran Asep!” terima bidadari lagi-lagi dengan nada yang amat lembut.
“Oh... kau memanggilku Pangeran?,indah sekali rasanya dunia ini”. Girangnya dengan merentangkan tangan sambil ditujukan kepada bidadari.
“Sudahlah ayo kita masuk kerumahmu” pinta bidadari dengan berlalu.

     Di dalam rumah, bidadari melihat kesana-kemari, ia memeriksa seluruh sudut ruangan rumah Asep, dilihatnya sebuah wayang putri kerajaan,lalu bidadari pun mengambil dan terus memandangi wayang itu, rasanya ia pernah mengenalinya.
“Hey, bukannya ini Dewi Sinta, oh mirip sekali wayang ini siapa yang membuatnya?”
“Tentu aku bidadari,” sahut Asep dengan nada baik dan senyuman.
“Oh.... begitu indah wayang ini, sama persis dengan aslinya!”
“Aslinya...?! apakah Dewi Sinta itu benar-benar nyata?, emm... setahuku ia hanya ada dalam cerita wayang.” tanya Asep.
“Tentu saja, semua yang engkau buat di rumahmu ini sungguh sangat mirip dengan apa yang ada di duniaku,”terang bidadari.
“Benarkah??? Apakah tentang sebuah taman yang ada di belakang rumahku, lukisan tentang kerajaan, tentang Dewi Sinta yang kugambar dalam bentuk manusia, dan lukisan tentang langit kelap-kelip, apa semua sebenarnya nyata?” tanya Asep sambil menunjuk semua yang ia tanyakan.Hanya satu jawaban sang bidadari, “Ya, dan jangan bertanya lagi!!” jawabannya dengan berkacak pinggang. “Sekarang mainkan wayangmu untukku”, pintanya dengan berlalu menuju kursi depan layar.
“Oh, baiklah...” jawab Asep dengan agak malu karena terlalu banyak bertanya dari tadi.
“Akan ku mainkan cerita terdramatis dan ter-romantis yang ku bisa,” imbuh Asep. Cahaya dari damar mulai keluar, gambarnya pun mulai bergerak.”Kekuatan Saat Kepepet” judulnya pun mulai terlihat, oh tidak, ekspresi bidadari pun berubah, terlihat dari raut wajahnya yang mencerminkan ketidak sukaannya pada awal cerita yang akan mulai. Belum dapat separuh dari pertunjukan wayang yang ia tonton, bidadari langsung angkat badan. Ia ngoceh tidak karuan menunjukkan ketidaksukaannya pada cerita wayang “Kekuatan Saat Kepepet” yang sangat disukai oleh Asep.
“Cerita macam apa ini, romantis tidak, dramatis juga tidak,hufft... tidak menyenangkan!” gerutu bidadari.
“Jangan mengeluh dulu, lihatlah lanjutannya!” kata Asep meyakinkan.
“Lebih baik kau melihat yang ini....” sahut bidadari sambil menyihir dan mengayuhkan tongkat mungilnya kearah wayang milik Asep, cerita Dewi Sinta bermain sendiri tanpa dalang.

     Sebuah kerajaan yang indah telah menjadi setting dilayar Asep dan dirubahnya cerita Asep yang semula sangat membosankan menjadi menyenangkan.Asep tak dapat marah. Perhatiannya langsung tertuju pada wayang Dewi Sinta yang tengah memetik bunga bersama para pelayan kerjaan. Oh... mata Asep nanar memandang wayang Dewi Sinta yang menurutnya cantik, rupawan. Imajinasi Asep pun semakin tinggi, matanya memandang ke arah layar tapi dalam fikirannya, ia telah terbang jauh membayangkan saat – saat ia berdua dengan Dewi Sinta. Ia bayangkan bisa menjadi pangeran dan menemani Dewi Sinta ke taman kerajaan, bermain di pedesaan kemudian berjalan menuju air terjun yang indah dengan aliran anak sungai yang tenang dan sejuk dan bertunggang dalam satu kuda, oh...romantis sekali jika itu benar terjadi pada diri Asep. Sampai ceritanya selesai Asep masih tetap berimajinasi, ia tersenyum sendiri tanpa menggubris bidadari, biar bidadari mengarahkan alur dari cerita, menceritakan suasana kerajaan dan yang lainnya, Asep tidak mendengarnya, sampai akhirnya bidadari sadar bahwa Asep tidak menggubrisnya sedari tadi. Bidadaripun menjadi merah wajahnya. Ia mengetahui apa yang ada dalam fikiran Asep.
“Hey manusia penghayal janganlah berharap terlalu tinggi!” kata bidadari dengan berkacak pinggang di depan wajah Asep dan perlakuannya membuat buyar imajinasi indah Asep. Asep pun kaget dengan bidadari yang tiba-tiba berada di depan wajahnya dengan berkacak pinggang. “Jangan berharap suatu yang lebih Asep!” kata bidadari dengan berkacak pinggang didepan Asep “kau membuatku kaget
bidadari!” sahut Asep “Aku hanya membayangkan saat-saat aku berdua bersama Dewi Sinta, berkeliling di taman kerajaan, menyentuh tangannya yang lembut dan melihat wajahnya yang cantik dengan sepenuh hati...” terangnya panjang lebar. Dengan mulai berimajinasi lagi ia sentuh wajah dari wayang Dewi Sinta yang ada di sampingnya menyentuh tangannya seakan-akan wayang itu sungguhan Dewi Sinta. Tiba-tiba bidadari angkat bicara “Sudahlah Asep! Janganlah berkhayal terlalu tinggi, aku sudah bilang itu tidak akan terjadi dan tak akan pernah ter...ja...di...!”, bidadari menegaskan perkataannya.
“Itu bisa terjadi jika kamu mau menolongku bidadari cantik!” pintanya dengan merayu bidadari.
“Aku tak akan menolongmu untuk hal ini.”
“Ayolah bidadari! Aku mohon padamu aku hanya ingin bertemu kali ini saja, tolong!” pinta Asep dengan penuh harapan.
“Sudah-sudah... cukup Asep, sampai kapanpun aku tak akan mengabulkannya!” tolak bidadari. “Ya sudah aku ingin pulang ke kerajaan katanya dengan berlalu. Asep pun mengejarnya ke taman belakang rumah. Ia bermaksud untuk ikut ke kerajaan Dewi Sinta, tetapi belum sampai ia mengutarakan, bidadari menyihirnya jadi patung.
“Kamu akan diam seperti ini selama lima menit setelah aku pergi dan hilang kamu akan sadar dari mantraku, sampai jumpa kang Asep..! ucap bidadari sambil menuju pohon apel dan mengucap mantra “corriago eloro!” dan kemudian kayu dari pohon apel di taman Asep berubah menjadi pintu emas yang telah terbuka, dari pintu itu bidadari dapat sesuka hatinya bolak-balik kemana saja ia mau. Setelah pintu emas tertutup dan hilang Asep mulai sadar, dahinya mengernyit, ia heran kenapa posisi berdirinya aneh, apa yang terjadi, Asep langsung berdiri dengan posisi yang semestinya. Ia bertanya pada diri sendiri apa yang terjadi denganku?”omongnya lirih. Tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke rumah.

     Di dalam rumah ia langsung mengambil kursi kecil dan duduk memegang wayang Dewi Sinta dipandangnya dengan baik, betapa cantiknya paras dari seorang hayalan Dewi Sinta, sehingga dapat menyihir hati Asep dan membuatnya jatuh hati, ia terus memandangi hingga akhirnya ia terlelap dengan posisi menyangga kepala.

     Pagi yang cerah, Asep ternyata sudah bangun. Seperti biasanya sarapan Asep adalah segelas susu dan sebuah apel dicampur madu, emm... sarapan yang manis. Setelah sarapan tidak seperti biasa, Asep kali ini masih terasa lapar, Ia bermaksud untuk mengambil apel di keranjang dapur, tapi ternyata apel-nya hanya tinggal satu butir saja. Akhirnya Asep memutuskan untuk memanen apel yang masih dipohonnya. Ia mulai memanjat pohon apelnya, tapi saat berada ditengah kayu dari pohon apelnya, tiba-tiba terdengar suara “Corriago Eloro!” dan bergeraklah pohon apel Asep sehingga membuat Asep terjatuh dari pohon apel tersebut. Asep nyengir merasakan sakit dipantatnya, tapi itu semua kemudian tidak terhiraukan setelah ia melihat pohon apelnya masih bergerak, dan tiba-tiba muncul cahaya emas segi empat dan kemudian terbuka, semburat debu emas pun keluar kemudian cahaya emas dengan cepat hilang.

     Tidak sedetikpun Asep berkedip ia menyaksikan bagaimana bidadari keluar dari dunianya. Seketika Asep langsung tersenyum. Kini ia mengerti bagaimana cara agar bisa pergi ke dunia Dewi Sinta, bidadari tidak menyadarinya, karena saat itu bidadari masih setengah ngantuk, karena ia baru saja bangun
dan langsung menuju ke rumah Asep. Ia tidak sadar bahwa di depannya sudah ada Asep yang memandanginya dengan posisi tengkurap di atas rerumputan.
“Selamat pagi bidadari, apa kau tidur di pohonku tadi malam?” sapa Asep mengagetkan bidadari. Bidadari langsung menutup mulutnya yang semula menguap dan ia pun kaget. “Apa yang kau lakukan dengan pohonku? Waow! kau menyihirnya menjadi sebuah pintu indah tadi.” Imbuh Asep seakan membuat bidadari khawatir jika Asep memahami cara untuk membuka pintu rahasia menuju dunia kerajaannya.
“Emm... “ bidadari memikirkan jawaban sambil berseliwer menuju rumah Asep. Asep hanya melihatnya dan kemudian ikut menuju ke dalam rumah.
“Emm... Asep, apa saja yang kau lihat tadi saat aku di pohon apel?” tanya bidadari dengan khawatir.
“Seperti yang kau lakukan tadi.” Jawab Asep tenang. Bidadaripun semakin terbelalak matanya.
“Asep, bisakah aku minta tolong?” pinta bidadari
“Selagi aku bisa, akan kukabulkan!” jawab Asep.
“Bisakah kau tidak melakukan apa yang telah aku lakukan tadi, aku mohon...!” mohon bidadari pada Asep.
“Tergantung!” Kata Asep sambil menarik kursi dan mendudukinya,”jika kau tidak mau membawa Dewi Sinta kepadaku, aku akan menemuinya sendiri nanti, bagaimana?” tawar Asep.
“Apa kau mendengar apa yang aku katakan saat aku merubah pohonmu menjadi pintu?” tanya bidadari. Asep pun terdiam dan mengingat-ingat mantra yang diucapkan bidadarti, kemudian ia berkata “Corriago Eloro” Asep menjawab dengan semangat.
“Aaaaaa.......h tida.....k” bidadari langsung berteriak dan setelah itu mengayuhkan tongkat ke atas dan ia pun langsung menghilang.
“Hha....?!?. bidadari yang aneh, tapi tak apalah aku sudah tau cara bertemu Dewi Sinta”

     Asep pun langsung pergi ke taman dan mengucap mantra tersebut ke arah pohon apel, ia pun masuk ke dalam pintu dan waow!! Asep tersenyum takjub, indahnya taman dan megahnya istana kerajaan milik Dewi Sinta, Oh.... sungguh indah dunia asli pewayangan. Asep langsung menuju taman yang selama ini hanya ia ketahui dari cerita pewayangan yang ia lihat. Terlihat Dewi Sinta dengan seorang lelaki, tapi kelihatannya Dewi Sinta tidak begitu suka dengannya. Pangeran Ozi, itulah lelaki yang ada bersama Dewi Sinta, seorang yang fikirannya hanya tertuju pada cantiknya Dewi Sinta bukan suka atas dasar cinta. Saat pangeran Ozi ingin mencium Dewi Sinta dengan paksa, Asep langsung menghampiri dan melawan Pangeran Ozi, mereka berdua terheran dengan kedatangan Asep yang tiba-tiba.
“Hai otak zina, kalau berani lawan aku, jangan memaksa wanita seperti itu!” lawan Asep dengan berani.
“Oh... kau melawanku? Sedangkan tanganmu kosong tak bersenjata, berani kau denganku?”
Ledek pangeran Ozi.
“Siapa takut?, meski aku tidak bersenjata!” bela Asep untuk dirinya. “Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung!” tegasnya.
“Baiklah!, hiaaaa........” merteka pun berkelahi, sementara Dewi Sinta tak tau harus berbuat apa. Tidak lama bidadari datang, ia kaget dengan yang terjadi, Ia takut jika nanti pangeran Ozi mengadu kepada Ayah Dewi Sinta Raja istana.

     Asep pun menang, pangeran Ozi lari menuju kedalam istana sementara Asep langsung menghampiri Dewi Sinta “apa kau tidak apa-apa tuan putri?” tanya Asep. “Oh...tidak, aku baik-baik saja. Terima kasih atas Pertolonganmu, jika tidak ada kamu pasti aku sudah dicium oleh manusia jelek itu” balas Dewi Sinta pada Asep. Merekapun berjalan-jalan bersama. Dewi Sinta langsung akrab dengan Asep, dan sepertinya Dewi Sinta jatuh hati pada keluguan dan kebaikan Asep.

     Saat enak berbincang bersama, tiba-tiba datang pangeran Ozi bersama ayah Dewi Sinta yang membawa prajurit. “Tangkap pemuda itu!” Perintah raja. Asep pun memberontak, tapi prajurit terlalu banyak dan sulit untuk dilawan. Dewi Sinta melawan Ayahnya “Apa yang ayah lakukan?, yang salah bukan Asep tapo Ozi. Dia memaksa untuk menciumku dan Asep menolongnya!” jelas Dewi Sinta pada ayahnya.
“Sudahlah! Jangan membelanya, Ozi lebih pantas denganmu bukan orang asing yang tak tau aturan itu, sudahlah! Masuk sana! Dan aku akan mempercepat pernikahanmu dengan pangeran Ozi!” bentak sang ayah. Dewi Sinta pun masuk dengan rasa sedih, sedang Pangeran Ozi tersenyum, merasa menang.

     Satu minggu dilalui Asep di jeruji besi Istana, ia menyesal sekali telah berada di sini, tapi rasa itu hilang saat bidadari dan Dewi Sinta datang dengan menyamar.”Psst, Psst, - “Bidadari memanggil Asep sementara Dewi Sinta membuka pintu penjara. “Hey, bagaimana ceritanya kalian bisa kesini?” tanya Asep lirih. “Sudahlah jangan banyak tanya” kata Dewi Sinta, “Asep cepatlah aku ingin kau membawaku keduniamu, aku tidak mau menikah dengan Ozi si otak zina itu.” Pinta Dewi Sinta dengan lembut.

     Clek!... terdengar suara pintu terbuka “Ayolah! Kalian harus cepat jangan sampai kalian ketahuan itu bisa membuat kalian bahaya!” perintah bidadari. Asep jadi bingung “kau baru kenal denganku putri!” kata Asep “Sudahlah cepat Aku tresno kowe!” ungkap bidadari membuat Asep tersenyum. Pintu terbuka Asep pun langsung membaca mantra “Corriago Eloro!” penjarapun menjadi terang, pintu emas terbuka dan mereka langsung masuk.
“waow luar biasa, duniamu luar biasa Asep” kata Dewi Sinta saat berada di taman.
“karena ini semua seperti tempat tinggalmu Dewi Sinta” kata Asep dengan lembut, “Oh...Sinta apa kau benar mencintaiku?” tanya Asep dengan memandangi Dewi Sinta dan memegang tangannya.
“Tentu kesan pertama denganmu, kau begitu baik, aku benar-benar jatuh cinta padamu” balas Dewi Sinta
“Oh Dewi Sinta maukah kau menjadi separuh hatiku? aku tresno kowe, kowe tresno aku!” pinta Asep dengan berlutut. Dewi Sinta pun tersenyum dan ia menerima cinta Asep. Akhirnya mereka menikah, mereka merayakannya hanya bertiga, dan mereka akan bersama untuk selamanya.